Beranda | Artikel
Apa Makna Sunnah Nabi?
Jumat, 9 September 2022

Pertanyaan:

Saya sering mendengar perkataan “dakwah sunnah”, “ustadz sunnah”, “kembali kepada as sunnah”, “berpegang pada sunnah”, dan semisalnya. Sebenarnya apa makna “sunnah” di sini? Karena setahu saya sunnah artinya perkara yang jika dilakukan akan dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Mohon penjelasannya.

Jawaban:

Alhamdulillah, ash-shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa shahbihi wa man walah. Amma ba’du.

Kata “sunnah” atau “as-sunnah” dalam perkataan-perkataan di atas bukanlah sunnah dalam istilah ilmu fikih, yaitu perbuatan yang mendapat pahala jika dilakukan, dan tidak berdosa jika ditinggalkan. Akan tetapi sunnah di sini maknanya adalah apa yang bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa syariat, agama, petunjuk yang lahir maupun yang batin, kemudian dilakukan oleh sahabat, tabi’in, dan pengikutnya sampai hari kiamat.

Secara bahasa, sunnah artinya as-sirah (perjalanan) hidup atau thariqah (cara hidup). Dalam Lisanul ‘Arab disebutkan:

والسُّنَّة السيرة، حسنة كانت أَو قبيحة

As-Sunnah artinya as-sirah (perjalanan hidup), baik yang bagus maupun yang jelek.”

Dijelaskan oleh asy-Syaukani rahimahullah dalam kitab Irsyadhul Fuhul:

أما لغة : فهي الطريقة المسلوكة ، وأصلها من قولهم : سننت الشيء بالمسن إذا أمررته عليه ، حتى يؤثر فيه سنا أي طريقا . وقال الكسائي : معناها الدوام ، فقولنا : سنة معناه الأمر بالإدامة من قولهم : سننت الماء إذا واليت في صبه . قال الخطابي : أصلها الطريقة المحمودة ، فإذا أطلقت انصرفت إليها ، وقد يستعمل في غيرها مقيدة ، كقوله : من سن سنة سيئة . وقيل : هي الطريقة المعتادة ، سواء كانت حسنة أو سيئة

Sunnah secara bahasa artinya cara hidup. Jika orang Arab mengatakan sanantu asy-syai’a bil masni maknanya: aku menjalaninya hingga tua. Hatta yuatsiru fihi sunan, maknanya: hingga (perjalanan hidup) itu membuahkan sebuah cara hidup. Al-Kisa’i mengatakan: ‘Sunnah makanya ad-dawaam (kontinu). Maka makna as-sunnah adalah sesuatu yang dilakukan secara kontinu. Sebagaimana perkataan: sunantul ma’a, yang artinya: aku secara kontinu memercikkan air.’

Al-Khathabi mengatakan: ‘as-sunnah artinya cara hidup yang baik. Jika disebutkan secara muthlaq (bersendirian) maka maknanya demikian. Dan terkadang digunakan secara muqayyad (digandengkan) semisal dalam hadits: man sanna sunnatan sayyiatan. Dan sebagian ahli bahasa mengatakan maknanya: cara hidup yang sudah jadi kebiasaan, baik itu bagus ataupun buruk’.” (Irsyadul Fuhul ila Tahqiqil Haq min Ilmil Ushul, 1/131)

Sedangkan makna sunnah dalam istilah syar’i, adalah perkataan, perbuatan dan persetujuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Asy-Syaukani rahimahullah menjelaskan:

وأما معناها شرعا : أي في اصطلاح أهل الشرع ، فهي : قول النبي صلى الله عليه وآله وسلم وفعله وتقريره ، وتطلق بالمعنى العام على الواجب وغيره في عرف أهل اللغة والحديث ، وأما في عرف أهل الفقه فإنما يطلقونها على ما ليس بواجب ، وتطلق على ما يقابل البدعة كقولهم : فلان من أهل السنة . 

“Adapun makna as-sunnah secara syar’i, yaitu dalam istilah para ulama, artinya adalah perkataan, perbuatan, dan taqrir (persetujuan) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan dimaknai dengan makna umum, baik itu perkara yang wajib atau yang selainnya, menurut ahli bahasa dan ahli hadits. Adapun dalam kebiasaan ahli fikih, yang dimaksud as-sunnah adalah semua ibadah yang tidak wajib. Dan terkadang juga maksud as-sunnah adalah lawan dari bid’ah, sebagaimana dalam perkataan ulama: Fulan adalah ahlus sunnah. (Irsyadul Fuhul ila Tahqiqil Haq min Ilmil Ushul, 1/131-132)

Inilah istilah sunnah yang ada dalam hadits-hadits, di antaranya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. at-Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لكلِّ عملٍ شِرَّةٌ ولكلِّ شِرَّةٍ فَترةٌ فمَن كانَت فترتُهُ إلى سنَّتي فقد اهتَدى ومَن كانَت فترتُهُ إلى غيرِ ذلكَ فقَد هلَكَ

“Setiap amalan ada masa semangatnya, dan setiap masa semangat ada masa futurnya. Barang siapa yang futurnya di atas sunnahku, maka ia telah mendapatkan petunjuk. Barang siapa yang futurnya bukan di atas sunnahku, maka ia akan binasa.” (HR. Ahmad no. 6764, dishahihkan al-Albani dalam Takhrij Kitabus Sunnah hal.51)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا يَرْضَاهَا اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا

Barang siapa yang sepeninggalku menghidupkan sebuah sunnah yang aku ajarkan, maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barang siapa yang membuat sebuah bid’ah dhalalah yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Tirmidzi no.2677, ia berkata: “Hadits ini hasan”)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:

الاقتِصادُ في السُّنَّةِ أحسَنُ منَ الاجتِهادِ في البدعةِ

Sederhana (sedikit) dalam (mengerjakan) sunnah, lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam mengerjakan bid’ah.” (Diriwayatkan al-Hakim dalam al-Mustadrak no. 358, dishahihkan al-Albani dalam Shahih at-Targhib no. 41)

Maka inilah sunnah yang dimaksudkan, yaitu: perkataan, perbuatan, dan taqrir (persetujuan) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukan sunnah dalam definisi ulama fikih, yaitu segala ibadah yang tidak wajib. 

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan mengatakan, “Banyak orang yang menyangka bahwa yang terdapat dalam al-Qur’an itulah yang wajib, sedangkan yang ada dalam as-sunnah yang suci itu hanya mustahab (dianjurkan) yang diberi pahala jika melakukannya dan tidak berdosa jika meninggalkannya. Pemahaman keliru ini masuk ke tengah masyarakat karena semrawutnya pengertian mengenai makna as-Sunnah, padahal mereka tahu wajibnya mentaati perintah Rasul.” (Makanatus Sunnah fil Islam, hal. 1)

Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan yang agung dalam Islam karena ia adalah sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Maka wajib untuk memuliakan Sunnah Nabi secara umum, mengamalkannya, menaatinya, dan menjadikannya cara beragama serta cara hidup. Dalil-dalil yang menunjukkan hal ini sangatlah banyak, di antaranya firman Allah ta’ala:

قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.” (QS. Ali Imran: 32)

As-Sa’di menjelaskan: “Ayat ini adalah perintah dari Allah ta’ala kepada para hamba-Nya dengan bentuk perintah yang umum, yaitu agar mereka menaati Allah dan menaati Rasul-Nya. Perintah ini mencakup taat dalam masalah iman dan tauhid, dan juga perkara-perkara turunan dari keduanya, baik berupa amalan, perkataan, lahir maupun batin. Bahkan juga mencakup menjauhi apa yang Allah dan Rasul-Nya larang. Karena menjauhi apa yang dilarang juga termasuk menaati perintah Allah.” (Taisir Karimirrahman. 128)

Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan:

لم أسمع أحدًا – نسبه الناس أو نسب نفسه إلى علم – يخالف في أن فرض الله عز وجل اتباعُ أمر رسول الله – صلى الله عليه وسلم -، والتسليم لحكمه؛ بأن الله عز وجل لم يجعل لأحد بعده إلا اتباعه، وأنه لا يلزم قول بكل حال إلا بكتاب الله أو سنة رسوله – صلى الله عليه وسلم -، وأن ما سواهما تبع لهما

“Tidak pernah aku mendengar orang yang disebut ulama atau yang menisbatkan diri sebagai ulama, yang menentang bahwasanya Allah ‘Azza wa Jalla mewajibkan kita ittiba‘ (mengikuti) perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menerima segala hukum dari beliau. Dan Allah ta’ala tidak memberikan kelonggaran untuk siapa pun kecuali mereka harus mengikuti Rasulullah. Dan tidak ada perkataan yang wajib ditaati kecuali Kitabullah atau sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan yang selainnya hanya mengikuti dua hal tersebut.” (Jima’ul ‘Ilmi, hal. 3)

Imam Malik bin Anas rahimahullah mengatakan:

ليس من أحد إلا ويؤخذ من قوله ويترك إلا النبي صلى الله عليه وسلم

“Tidak ada satu orang pun kecuali perkataannya boleh diambil dan boleh ditinggalkan, kecuali Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (maka wajib diambil dan tidak boleh ditinggalkan).” (Irsyadus Salik ila Manaqibi Malik, hal. 227)

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/39531-apa-makna-sunnah-nabi.html